Minggu, 11 November 2012

K.H ALI SHODIQ UMMAN (Pendiri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadien Ngunut Tulungagung)

BY Unknown IN No comments


ALI SHODIQ,demikian nama aslinya,lahir sekitar tahun 1929 m di gentengan link IV Ngunut,sebuah kota industri yang berada di sebelah timur dan termasuk wilayah Tulungagung,di mana masyarakat Ngunut waktu itu sangat minim pengetahuan agamanya atau boleh di katangan abangan, ayahnya pak uman adalah kurir dokar yang sederhana dan taat beribadah,dan ibunya ibu marci,pasangan suami istri yang datang dari Leran kec Manyar kab Gresik ini sangat mendambakan seorang anak yang 'alim 'allamah dalam masalah agama,Sehingga pak uman sangat senang dan hormat kepada kiyai dan santri-santri,setiap santri yang menumpang dokar beliau,beliau siap mengantar kemana santri itu pergi tanpa memungut upah darinya.

DI ASUH PAMAN DARI IBU

ALI SHODIQ adalah anak ke 7 dari 18 bersaudara,namun yang hidup hingga dewasa adalah 10 orang,masing-masing adalah INTIAMAH, M. SYARIF, MARKATAM, ABDUL SYUKUR, ABDUL GHONI, UMI SULKAH, ALI SHODIQ, AMINI, KHOIRUL ANAM dan MARZUKI, sedangkan yang 8 wafat ketika masih kecil sehingga tidak jelas namanya. Sejak umur sepasar (lima hari) beliau di asuh paman beliau,pak tabut yang masih adik ibu marci,seorang pedanggang batik dan pemborong palawija yang cukup mapan perekonomiannya,beliau tinggal bersama istrinya ibu urip dari olak alung ngunut yang konon daerah ini merupakan daerah basis pki tepatnya di jln raya 1no 34 ngunut yang sekarang menjadi

PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIEN

Beliau sangat di sanyang oleh bpk Tabut dan istrinya ibu Urip,yang tidak di karuniai seorang anakpun. Dalam momongan pak tabut ALI SHODIQ kecil hidup dalam kecukupan,segala keinginan terpenuhi, sejak itu pula beliau sangat suka dengan kuda, namun di balik itu semua beliau yang masih muda merasa prihatin dengan keadaan/kondisi masyarakat Ngunut yang dalam pola hidupnya jauh dari nilai-nilai agama. Hingga sejak kecil beliau mulai belajar mengeja huruf-huruf Al-Qur'an dan cara-cara beribadah kepada bpk Mahbub di Kauman, Ngunut.

Setelah menamatkan sekolah rakyat,beliau mulai melanglang dari satu pesantren ke pesantren lainnya selama 26 tahun. Di awali dari pondok krapyak Yogyakarta,beliau di sini tidak begitu lama,kemudian beliau nyantri di pondok Jampes yang waktu itu di asuh oleh K.H. IHSAN DAHLAN, seorang 'ulama ahli tasawuf pengarang kitab SHIROJUT THOLIBIN, sebuah syarah dari kitab MINHAJUL 'ABIDIN karya IMAM GHOZALI, di mana sampai sekarang kitab tersebut populer di kalangan pesantren, bahkan menjadi literatur wajib di universitas al-Azhar Mesir.

Sepeninggal kyai ihsan beliau pindah ke pondok Lirboyo Kediri,untuk bulan puasa beliau sering mondok di Tertek Pare Kediri yg di asuh oleh K.H JUWAINI dan pernah juga ke Mojosari Nganjuk asuhan K.H ZAINUDDIN ,juga pernah tabarukan ke pondok Tebu ireng Jombang asuhan K.H H ASYIM ASY'ARI dan pada K.H MA'RUF Kedonglo Kediri. 

Sewaktu beliau masih mondok di jampes kediri, beliau meminta kepada ibu angkat beliau mbah Urip untuk mendirikan sebuah langgar kecil yang kelak kemudian menjadi cikal bakal berdirinya PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIEN.

DARI LIRBOYO KE PELAMINAN

Menurut K.H IHSAN (pengasuh ponpes abul faidl bakalan wonodadi blitar) setelah K.H IHSAN jampes wafat sekitar tahun 1952,K.H ALI SHODIQ UMMAN pindah ke ponpes Lirboyo yang waktu itu masih di asuh oleh K.H ABDUL KARIM, di waktu beliau mondok di sinilah,a da peristiwa yang penting yakni sekitar tahun 1958, ada seorang kyai dari Mbaran Kediri, yakni K.H UMAR SUFYAN yang menghendaki beliau sebagai menantu untuk di jodohkan dengan putri beliau yang bernama H AULIYAH (setelah ibadah haji di ganti menjadi HJ.SITI FATIMATUZZAHRO') yang waktu itu masih berumur 7 tahun. Akad nikahpun di laksanakan dengan sederhana namun cukup meriah, hari bahagia nan penuh berkah,akad nikah seorang kyai dengan putri seorang kyai berlangsung jua,dengan di antar beberapa santri Lirboyo,beliau berangkat dari ponpes lirboyo menuju baran ke mertua beliau.

SANTRI YANG TEKUN

Di mata kawan sesama santri K.H ALI SHODIQ muda di kenal sebagai santri yang tekun cerdas dan sangat ta'dhim (hormat) kepada guru-guru beliau,Hingga beliau menjadi kiyai kharismatik di wilayah tulungagung beliau masih ta'dhim kepada dzuhrriyah-dzuhrriyahnya. Walopun mereka sudah berada di alam kubur,bahkan ketika sowan ziyaroh ke makam guru-guru beliau melepas sandal dan berjalan dengan jongkok,setiap beliau mbalah (mengaji kitab) selalu mencari waktu yang tidak bersamaan dengan qori' atau pengkaji yang lain,yaitu di atas jam 12:00 malam yang biasa bertempat di panggung lama atau di AL-IKHWAN karena biasanya beliau banyak di minati santri,akhirnya para qori' yang lain sepi dari pengikut jika di lakukan bersamaan.

Beliau juga di kenal sebagai AHLI TAHQIQ, sebab setiap mau mbalah jika belum memahami apa yang akan di kaji beliau tidak jadi melakukan dan menunggu sampe faham betul terhadap hal yang akan di kaji oleh beliau tersebut, juga beliau sering mengikuti satu kitab secara berulang-ulang, dengan setiap ikut kitabnya selalu baru,menurut pak ghufron(salah seorang teman sekaligus santri beliau) ketekunan beliau sulit di gambarkan sehingga tidak pernah di ketahui kapan beliau tidur seakan-akan waktu hanya di curahkan untuk mathala'ah yang bahkan beliau sering ketiduran dalam keadaan mathala'ah atau belajar,beliau juga menyoroki (mengajar menmbaca) al-qur'an para santri yang bertempat di kamar beliau pada waktu setelah jama'ah magrib sampe lonceng sekolah berbunyi.

Hari-hari senantiasa di lewati dengan berpuasa dan beliau juga seorang qona'ah terbukti dengan makan beliau sedikit dan seadanya sesuai dengan yang di sajikan oleh juru masak beliau,sampe-sampe dalam sehari-seharinya beliau memakai bengkungan di perut yang sangat kencang di karenakan sedikitnya makan walopun menurut beliau sering juga di beri uang saku oleh keluarga padahal uang saku bulan sebelumnya belum habis,satu hal lagi yang menunjukan ketekunan dan himmah beliau dalam tholabul ilmi adalah walopun beliau sudah meningkah beliau tetap mukim di PONPES LIRBOYO kediri,sebab di samping untuk memperdalam ilmu tenaga dan fikiran beliau masih di perlukan di sana,Hanya saja kalau memasuki BULAN ROMADLON beliau mengadakan pengajian pasan di mbaran kediri,rumah mertua beliau.

Sekitar tahun 1958 pengajian pasan pertama yang di adakan di mbaran di ikuti oleh 7 orang santri lirboyo dan pada tahun berikutnya di ikuti oleh 40 santri,hal ini berlangsung selama beberapa tahun hingga tahun 1966,Selama itu beliau telah menamatkan kitab SIROJUT THOLIBIN karya K.H IHSAN JAMPES yang menjadi guru beliau sendiri dan beberapa kitab kuning ,karya ulama terkenal lainya. Bahkan pernah membaca kitab MUHADZDZAB khatamnya sudah pada tgl 1 syawal pukul 01 siang.

MENDIRIKAN PONDOK PESANTREN

Pada tahun 1967 K.H ALI SHODIQ UMMAN dengan berat hati pindah ke ngunut meninggalkan mbaran untuk mengemban amanat dan tugas dari guru beliau sewaktu nyantri di lirboyo yakni K.H MARZUQI DAHLAN dan K.H MAHRUS ALI untuk mengembangkan ilmu beliau dan mendidik masyarakat ngunut yang waktu itu masih belum mengenal ajaran islam(abangan). Pada masa perintisan aktivitas dakwah beliau di pusatkan di sebuah langgar kecil yang telah di dirikan pak tabut,juga ikut mengajar di PGA Ngunut (sekarang SMP 1 Ngunut).

Tantangan dan rintangan datang silih berganti terutama dari masyerakat sekitar yang masih buta agama,Teror fisik atau teror yang bersifat non fisik / rohani(jengges/santet) tak henti-henti,tetapi dengan penuh kesabaran beliau tetap menyiarkan AGAMA ALLAH. Bukti kesabaran beliau terlintas dalam sebuah kejadian,pada saat pondok mengadakan sebuah acara yang di hadiri oleh K.H MAHRUS ALI lirboyo,pada saat itu beliau (K.H MAHRUS ALI) berkenan ke kamar kecil,beliau melihat masyarakat di sekitarnya melakukan kegiatan yang mengganggu acara tersebut dan pengajian rutin yang di selenggarakan setiap hari,K.H MAHRUS ALI berkata"mbok di hizib nashor wae,ben ndang bar" lalu K.H ALI SHODIQ menjawab "ingkang kawulo rantos anak putu nipun" Dengan di ikuti 50 santri dari lirboyo pengajian pasan pertama di laksanakan dengan penuh hidmah,Hingga 4 tahun kemudian beliau berhasil menamatkan kitab 'IHYA ULUMUDDIN karya HUJJATUL ISLAM IMAM GHOZALI.

Pada bulan syawal tahun yang sama pengajian sistem klasikal dan non klasikal mulai di terapakna walopun dengan materi pelajaran yang masih sederhana sesuai dengan kemampuan santri yang ada,pada tahun berikutnya jumlah santri bertambah,terutama santri senior lirboyo dan dari daerah ngunut dan sekitarnya,sehingga K.H ALI SHODIQ menetapkan TGL 01 JANUARI 1967 bertepatan dengan TGL 21 ROJAB 1368 sebagai hari berdirinya PONPES HIDAYATUL MUBTADIIEN sebuah nama yang di ambil dari ponpes lirboyo dengan niat TAFA'ULAN(ngalap ketularan).sejak saat itulah sistem pendidikan di PONPES HIDAYATUL MUBTADIIEN mulai di tata dan bisa berjalan sampai sekarang.

Untuk mempermudah penyampean materi dan untuk menertipkan pengorganisasian jenjang pendidikan PONPES HIDAYATUL MUBTADIIEN di bagi menjadi dua tingkatan,IBTIDA'IYAH dan TSANAWIYAH. Waktu pun terus berjalan,zaman semakin berkembang,iptek semakin canggih namun di lain fihak dengan perkembangan ini timbul pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakt,untuk itu di butuhkan deneresi ISLAM yangintelek dan berwawasan luas sehingga KH ALI SHODIQ UMMAN di samping mengembangkan lembaga pendidikan yang sudah ada,yaitu PONPES HIDAYATUL MUBTADIIEN putra dan putri murni mempelajari kitab kuning,beliau juga mendirikan pondok kanak-kanak dengan pendidikan formal SDI SUNAN GIRI,PONPES PUTRA SUNAN GUNUNG JATI,PONPES PUTRI SUNAN PANDAN ARAN yang menampung santri yang belajar di smpi dan smui sunan gunung jati. Langkah yang di ambil K.H ALI SHODIQ UMMAN mendapat smbutan hangat dari masyarakat,terbukti banyak masyarakat yang menyekolahkan dan memondokkan putra putrinya di lembaga yang di asuh oleh beliau.Dan untuk mempermudah pengelolaan lembaga tersebut pada TGL 03 DESEMBER 1992 atas inisiatif K.H ALI SHODIQ UMMAN di bentuklah YAYASAN SUNAN GIRI yang terdaftar di kantor pengadilan negri tulungagung denga nomor 14/X/92/PN/TA.

Begitulah perjuangan beliau yang tak kenal lelah guna mempersiapkangenerasi islam yang menghadapi tantangan zaman.bukan hanya pendidikan saja yang K.H ALI SHODIQ UMMAN perhatikan,dalam tuntunan hidup sehari-hari beliau sering memberikan mau'idzoh hasanah dengan tutur bahasa yang khas"CHO NENG NGENDI WAE AWAKMU MANGGONOJO LALI KARO PESENKU,
AKHLAQUL KARIMAH,
PINTER-PINTER NDELEHNO AWAK,
NGEKEH-NGEKEHNO BALI MARI ALLAH


Beliau sangat sabar dan istiqomah dalam mendidik santri-santrinya,setiap pagi beliau dengan halus membangunkan santri-santinya dari satu kamar ke kamar lainnya untuk jama'ak shubuh,karena beliau dalam membina santri-santrinya sangat menekankan sholat jama'ah.

JAMA'AH DENGAN DI PAPAH

Setelah menunaikan ibadah haji yang ke tiga kali,tahun 1997 kondisi kesehatan K.H ALI SHODIQ UMMAN sering terganggu,maklum usia beliau mulai beranjak sepuh. Sementara tugas sebagai pengasuh yang kian berkembang pesat cukup menyita waktu,tenaga dan fikiran beliau.Akan tetapi yang cukup menyedihkan kesehatan kiyai mulai menurun,sehingga kaki beliau tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya sehingga untuk menjalankan tugas sehari-harinya,memberi pengajian,menjadi imam jama'ah beliau harus di papah oleh satu ato dua orang santri. Akan tetapi berkat kesabaran K.H ALI SHODIQ UMMAN hari-hari beliau yang panjang itu di lalui dengan tabah,malahan beliau tidak pernah meninggalkan tugas yang beliau emban.

SABTU KELABU

Pada hari jum'at 23 JULI 1999 K.H ALI SHODIQ UMMAN jatuh sakit dan kemudian di bawa ke RSI ORPEHA tulungagung,beliau di rawat di pavilium arafat,perawatan intensif terus menerus di lakukan,namun keadaan pun tak semakin membaik,akhirnya atas kesepakatan keluarga dan saran dari pihak kedokteran RSI ORPEHA ,pada hari RABU 10 AGUSTUS 1999,beliau di bawa RS DARMO surabaya. Selama 4 hari beliau menjalani opname di surabaya,namun kondisi beliau tak kunjung membaik,bahkan harapan untuk kesembuhan kian tipis,hingga pada hari SABTU 14 AGUSTUS 1999 pukul 10.00 BBWI (pagi) rupanya ALLAH SWT,telah menggariskan untuk memanggil K.H ALI SHODIQ UMMAN ,sehingga di pagi yang cerah itu dengan KHUSNUL KHOTIMAH beliau kembali ke hadiratnya,INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI'UN. Beliau wafat pada usia 71 tahun dengan meninggalkan seorang istri(yang pada akhirnya 7 bulan kemudian menyusul),9 putra putri (6 pitra dan 3 putri),serta 12 cucu laki-laki dan perempuan. Berita wafatnya K.H ALI SHODIQ UMMAN di terima keluarga di ngunut jam 11.00 pagi lewat telfon dan 30 menit kemudian orang-orang yang melayat mulai berdatangan,mereka menggu kedatangan jenazah K.H ALI SHODIQ UMMAN sambil berdzikir,jenazah tiba di ngunut pukul 16.00 BBWI. Keesokan harinya (ahad) pukul 10.00 BBWI setelah di lakukan sholat janazh sebanyak 47 kali,lalu jenazah beliau di makamkan di makam keluarga di sebelah barat MASJID SUNAN GUNUNG JATI,sampai di liang lahat jenazah beliau di sambut oleh menantu beliau K.H DARORI MUKMIN, K.H MAHRUS MARYANI, dengan di sertai putra beliau KH AGUS BADRUL HUDA ALI, K.H AGUS IBNU SHODIQ ALI, K.H ADIB MINANURROHMAN ALI, AGUS MINANURROHIM ALI.

Beliau pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya,menggoreskan kenangan,meninggalkan sebongkah jasa untuk kita,beliau menuju alam damai dan abadi, SEMOGA ALLAH SELALU MERIDLOI BELIAU DAN MELAPANGKAN KUBUR BELIAU...AMIN..

BEBERAPA KEISTIMEWAAN K.H ALI SHODIQ UMMAN

Pada waktu MBAH KYAI ALI SHODIQ menjadi kepala pondok LIRBOYO,saat ada acara rapat umum tahun ajaran baru bertepat di serambi,sudah menjadi hal yang wajar dan lumrah bila semua santri berkumpul calam satu majlis suasana ramai dan ricuh,pada waktu itu pengurus memberi arahan/membacakan peraturan-peraturan pondok pada santri baru,para santri bersorak-sorai,ramai dan sangat ricuh,setelah itu MBAH KYAI melewati sebelah barat santri yang ramai,para santri seketika terdiam. MBAH KYAI ALI SHODIQ seorang pencak yang sangat mumpuni,beliau salah satu murid kesanyangan dan andalan MBAH KYAI ALI SHODIQ BAHRI TANEN. MBAH KYAI ALI SHODIQ seorang yang sangat sakti / jaduk,tapi beliau sangat pandai dan rapat dalam menutupi dan menyimpan hal tersebut.

Ada cerita bersumber langsung dari MBAH KYAI ALI SHODIQ yang dawuh pada salah satu momongan beliau"MBAH KYAI baru saja pindah pondok dari jampes ke lirboyo,pada waktu itu ada kekosongan,mustahiq kelas III tsanawiyah (jauhar maknun),sebelumnya beliau bermimpi di ajak oleh K.H MARZUKI DAHLAN tetapi dawuhe MBAH KYAI terbangnya K.H MARZUKI selalu di atas MBAH KYAI,sampai-sampai K.H MARZUKI tidak kelihatan dan MBAH KYAI selalu di bawahnya,pada akhirnya MBAH KYAI di utus menjadi mustahiq kelas III tsnawiyah,padahal beliau mengaku belum pernah belajar dan mengaji JAUHAR MAKNUN,berkat kelimpatan,ketekunan dan rasa tawadlu' beliau terhadap guru,pada akhirnya beliau dapat menjadi mustahiq kelas III tsanawiyah tersebut,yang di antara santri kelas itu putra K.H MARZUKI yakni AGUS IDRIS MARZUKI." Setiap MBAH KYAI tidur sore beliau pesan agar di bangunkan pada waktu jama'ah atau waktu mengaji,kepada salah seorang khodim dekat beliau dengan memakai 1 jari dengan 3 ketukan ringan,dan setiap jari tangan menyentuh kaki atau tangan beliau,beliau langsung memukul apa saja yang ada di dekatnya,sampai-sampai dinding kamar kan roboh. Begitulah haliyah K.H ALI SHODIQ UMMAN yang tidak di miliki oleh orang lain.

Gus Miek, dari Khataman ke Tempat Perjudian

BY Unknown IN No comments


GUS MIEK adalah seorang yang sangat terkenal di kalangan guru sufi, seniman, birokart, preman, bandar judi, kiai-kiai NU, dan para aktivis. Dialah yang membangun tradisi pengajian Sema’an Al-Qur’an Jantiko Mantab dan pembacaan wirid dzikrul ghafilin bersama beberapa koleganya. 

Hamim Tohari Djazuli adalah nama lengkapnya. Ia dilahirkan pada 17 Agustus 1940 di Kediri dari pasangan KH Jazuli Usman dan Nyai Radliyah. Nyai Radliyah ini memiliki jalur keturunan sampai kepada Nabi Muhammad, sebagai keturunan ke-32 dari Imam Hasan, anak dari Ali bin Abi Thalib dengan Siti Fathimah.

Ayah Gus Miek, KH. Jazuli Usman adalah pendiri pesantren Ploso Kediri. Ia pernah nyantri kepada banyak guru, di antaranya kepada KH Hasyim Asy`ari, Mbah Ma’ruf (KH Ma’ruf Kedunglo), KH Ahmad Shaleh Gondanglegi Nganjuk, KH Abdurrahman Sekarputih, KH Zainuddin Mojosari, KH Khazin Widang, dan Syaikh al-`Allamah al-Aidrus Mekkah. 

KH Jazuli Usman nama kecilnya adalah Mas Mas`ud. Dia telah sekolah di STOVIA yang ada di Batavia, tatkala anak-anak seangkatannya belum sekolah. Mas Mas`ud ini anak dari Mas Usman, kepala KUA Ploso, Kediri. Pada saat itu jabatan sebagai kepala KUA sangat bergengsi. Akan tetapi ayah Gus Miek lebih memilih hidup dan mendirikan pesantren.

Sejak kecil, Gus Miek sudah tampak unik. Dia tidak suka banyak bicara, suka menyendiri, dan bila berjalan selalu menundukkan kepala. Akan tetapi Gus Miek juga sering masuk ke pasar, melihat-lihat penjual di pasar, sering melihat orang mancing di sungai. Bila keluarganya berkumpul, Gus Miek selalu mengambil tempat paling jauh. 


Pada awalnya Gus Miek disekolahkan oleh KH Jazuli Usman di Sekolah Rakyat, tetapi tidak selesai karena dia sering membolos. Setelah itu Gus Miek belajar Al-Qur’an kepada ibunya, kepada Hamzah, Khoirudin, dan Hafidz. Ketika pelajaran belum selesai Gus Miek sudah minta khataman. Para gurunya jadi geleng-geleng kepala.

Ketika usia Gus Miek masih 9 tahun, dia sudah sering tabarrukan ke berbagai kiai sufi. Beberapa kiai yang dikunjunginya adalah KH Mubasyir Mundzir Kediri, Gus Ud (KH Mas’ud) Pagerwojo-Sidoarjo, dan KH Hamid Pasuruan. Di tempat Gus Ud Pagerwojo Sidoarjo, Gus Miek bertemu dengan KH Achmad Shidiq yang usianya lebih tua. KH Achmad Shidiq ini di kemudian hari sering menentang tradisi sufi Gus Miek, tetapi akhirnya menjadi kawan karibnya di dzikrul ghafilin.

Kebiasaan Gus Miek pergi ke luar rumah menggelisahkan orang tuanya. Akhirnya ayahnya memintnya ngaji ke Lirboyo, Kediri di bawah asuhan KH Machrus Ali, yang kelak begitu gigih menentang tradisi sufinya. 

Di Lirboyo Gus Miek bertahan hanya 16 hari  dan kemudian pulang ke Ploso. Ketika sadar orang tuanya resah akibat kepulangannya, Gus Miek justru akan menggantikan seluruh pengajaran ngaji ayahnya, termasuk mengajarkan kitab Ihya Ulumuddin. 

Tapi beberapa bulan kemudian, Gus Miek kembali ke Lirboyo. Ketika masih di pesantren ini, pada usia 14 tahun Gus Miek pergi ke Magelang, nyantri di tempatnya KH. Dalhar Watucongol, mengunjungi Mbah Jogoreso Gunungpring, KH Arwani Kudus, KH Ashari Lempuyangan, KH Hamid Kajoran, dan Mbah Benu Yogyakarta. Setelah itu Gus Miek pulang lagi ke Ploso.

Di Ploso, di tempat pesantren ayahnya, Gus Miek minta dinikahkan, dan akhirya ia menikah dengan Zaenab, putri KH. Muhammad Karangkates, yang masih berusia 9 tahun. Pernikahan ini berakhir dengan perceraian, ketika istrinya masih berusia sekitar 12 tahun. Pada masa ini Gus Miek sudah sering pergi untuk melakukan dakwah kulturalnya di berbagai daerah, tabarrukan ke berbagai guru sufi, dan mendapatkan ijazah wirid-wirid.

Pada tahun 1960 Gus Miek menikah dengan Lilik Suyati dari Setonogedong. Pernikahan ini atas saran dari KH. Dalhar dan disetujui KH. Mubasyir Mundzir, salah satu guru Gus Miek. Gadis itulah yang menurut gurunya akan sanggup mendampingi hidupnya, dengan melihat tradisi dan kebiasaan Gus Miek untuk berdakwah keluar rumah. 

Pada awalnya pernikahan Gus Miek dengan gadis Setonogedong ditentang KH Jazuli Utsman dan Nyai Radliyah. Setelah melalui proses yang panjang akhirnya pernikahan itu disetujui. Saat itu Gus Miek sudah berdakwah ke diskotek-diskotek, ke tempat perjudian, dan lain-lain. 

Dari berbagai perjalanan, riyadlah,  dan tabarrukan, Gus Miek akhirnya menyusun kembali wirid-wirid secara tersendiri yang didapatkan dari para gurunya. Pada awanya Gus Miek mendirikan Jama`ah Mujahadah Lailiyah tahun 1962. Sampai tahun 1971 jama`ah yang dirintis Gus Miek ini sudah cukup luas. 

Pada tahun 1971, para jama`ah Gus Miek dan masyarakat NU menghadapi dilema pemilu. Saat itu semua pegawai negeri diminta memilih Golkar oleh penguasa. Gus Miek sendiri tidak mencegah bila para pengikutnya yang PNS untuk memilih Golkar, karena situasi sosial saat itu di bawah rezim otoriter Soeharto. 

Metamorfosis dari komunits yang dibangun Gus Miek, semakin menampakkan bahwa ia mengembangkan tradisi wirid di luar kelompok tarekat yang sudah mapan di kalangan NU. Jama`ah Mujahadah Lailiyah yang dibangunnya berkembang menjadi dzikrul ghafilin. Pada tahun 1971-1973 susunan wirid-wirid dzikrul ghafilin diusahakan untuk dicetak, terutama setelah jangkauan dakwah Gus Miek telah menjangkau Jember. 

Bersama-sama KH Achmad Shidiq yang awalnya sangat menentang, tetapi akhirnya menjadi sahabatnya, naskah wirid dzikrul ghafilin berhasil dicetak. Naskah-naskah yang tercetak dibagikan kepada jaringan jama`ah Gus Miek: di Jember di bawah payung KH Achmad Shidiq, di Klaten di bawah payung KH Rahmat Zuber, di Yogyakarta di bawah payung KH Daldiri Lempuyangan, dan di Jawa Tengah di bawah payung KH Hamid Kajoran Magelang. 


Di samping mengorganisir dzikrul ghafilin, Gus Miek pada tahun 1986 juga mengorganisir sema’an Al-Qur’an. 

Beberapa bulan kemudian sema’an ini dinamakan Jantiko. Tahun 1987 sema’an Al-Qur’an Jantiko mulai dilakukan di Jember. Saat itu KH. Achmad Shidiq sudah menjadi Rais Am Syuriyah PBNU yang diangkat oleh Muktamar NU ke-27 di Situbondo tahun 1984. 

Dibandingkan dzikrul ghafilin, jama`ah Jantiko ini lebih cepat berkembang. Pada tahun 1989, Jantiko kemudian diubah namanya menjadi Jantiko Mantab atau Jantiko man taba. Ada juga yang mengartikan Mantab sebagai Majlis Nawaitu Tapa Brata. Dikatakan juga man taba itu berarti siapa bertaubat. Jantiko Mantab ini kemudian berkembang ke berbagi daerah. 

Perjuangan Gus Miek dengan dzikrul ghafilin, sema`an Al-Qur’an, dan tradisi sufinya ke tempat-tempat diskotek, tempat perjudian, dan lain-lain, sangatlah tidak mudah. Di tengah-tengah jam`iyah NU yang telah membakukan tarekat mu’tabarah, tradisi sufi Gus Miek mendapatkan perlawanan. Dzikrul ghafilin dianggap berada di luar kelaiman, tidak mu’tabarah. Penentangan datang dari orang yang sangat terkenal, sekaligus pernah menjadi gurunya di Lirboyo, yaitu KH Machrus Ali. 

Hanya saja, semua itu bisa dilewati Gus Miek dengan sabar. Yang paling menggemberikan karena KH Achmad Shidiq sebagai orang yang sangat dihormati di NU, yang pada awalnya menentang tradisi sufinya, kemudian bersama-sama mengembangkan dzikrul ghafilin di sekitar Jember dan sekitarnya.

Gus Miek wafat pada 5 Juni 1993. Dia dimakamkan di Pemakaman Tambak Kediri, diiringi ratusan ribu kaum muslimin. Di pemakaman ini pula KH Achmad Shidiq dimakamkan, di sebelah timur makam Gus Miek. Di pemakaman ini pula terdapat tidak kurang dari 22 orang yang kebanyakan menjadi guru sekaligus murid Gus Miek. [Nur Kholil Ridwan] 

Sabtu, 10 November 2012

Annida ratna Fitriya (huffadz 30 juz)

BY Unknown IN No comments

Tempat Gedung B lantai 2.
Annida ratna Fitriya (huffadz 30 juz).
23 Maret 1993.
Gandusari Blitar
Ponpes PPMQ kunir wonodadi Blitar.

Suara mungil dan wajah berparas cantik. Itulah sya menjulukinya....
disaat aq mau menemui,, hatiq bner2 penasaran bagt dengan dia. Jantungq bner2 berdenyut kencang.. Krena pertama di uin malang aq ngobrol dengan cwek. Dia bner2 klhtan sholehanya... Subhanalloh. Disaat aq melihatnya hatiq berkata "subhanalloh, aq bner2 berhadapan dengan orang yang hafalannya melebihi aq, smoga Aq scpatnya bsa sprti dia, amiin".  Saat ketemu aq mrasa takut krena tempatnya agak gelap. Akhirnya aq meminta pindah tempat yang terang dan rame. Disaat aq berjlan dan mencari tempat. Aq merasa senang dan bahagia bagt. Aq bsa ktemu dengan nida.

Setela aq menemukan tempat tuk ngbrol.. Aq bingung mau ngmg ap karena aq begitu tegang.. Stlah aq ucap "bismillah".  Aq bsa ngbrol dengan tenang. Aq tanya udah brpa lama mndok ternyata 6 tahun lebih.. Sejak klas 2 mts sampai skrg.. Dan bru tahun kmrin khatam alqur'annya. Subhanalloh. "ya Alloh, seandainya aq bsa sprti dia. Aq kan memilih dia sbgai calon istriq. Akn tetapi aq masih dibawahnya hafalannya. Tak pantas klu aq sma dia. Ya alloh,, seandainya dia mau mnrimaq apa adanya aq kan sangat bersyukur kepadamu ya robb. Amiin. 

Bahasa sastra arab (BSA) jurusannya.. Dia begitu giat tuk blaar,, aq ingn terinspirasi olehnya. Dia bgitu banyak mnceritakan tentang pondoknya dlu. Kta dia, dia mndok saat Mts klas 2. dan disana vokus banget dengan alqurannya. Bagaimankah cara menghafalkannya?? Tiap hari setoran dengan giat dan setiap setoran mengulangnya,, tapi aq kurang jlas caranya setoran. Disaat dia ada halangan ttep setoran dengan cara membaca tafsir jalalain. Bgitu pintarnya orang itu.  Waktu trus berputar, akhirnya disaat itu smkin sepi dan hatiq begitu takut krena takut dikira pacaran.  Akhirnya aq mnta untuk menyudahi pembicaraanya. Karena sudah mlam. Aq berpesan dengan dia agar ttep sllu kmunikasi dengannya. Aq bljar jdi orang biasa denga orang lain.

Rasanya aq seneng bagt bsa ktemu dia. Dan aq bsa ngbrol. Akhirnya keinginanq tuk bertemu terpenuhi jga. Alhamdulillah. Terima kasih ya alloh engkau telah mmpertemukan hamba dengan orang spesial buat aq karena dia sudah khatam Alqur'an.